Rabu, 01 Agustus 2012

Ingin Jadi Presiden yang Hafidz Qur’an

Sumber: www.daqu.sch.id

Penampilan kocak Adam Ghifari di panggung Tabligh Akbar Kampung Qur'an, memang bukan by-design alias setting-an. Ditemui di sela acara, remaja kelahiran Solo, 13 September 1998, ini memang percaya diri dan ''konyol''. Berikut petikan obrolannya.

Sudah berapa lama nyantri di sini?

Baru awal ini.

Betah?

Alhamdulillah betah, soalnya pesantrennya nyaman kalau menurut saya dan enak lah.

Nyantri di sini atas kehendak siapa?

Saya sendiri yang minta sama orangtua. Awalnya, Papa nawarin sekolah di tempatnya Ustadz Yusuf. Terus, saya lihat-lihat dulu dan ketemu Ustadz Yusuf. Beliau juga nawarin ke sini, ya sudah.

Cita-citanya apa?

Saya ingin jadi ulama besar atau presiden yang Hafidz Qur'an. Saya juga ingin menjadi dalang yang hebat.

Gak ingin seperti Ayah jadi Raja Dangdut?

Gak sih, soalnya kakak semua sudah nyanyi. Nanti kalau saya nyanyi juga, satu rumah nyanyi semua.

Ada pesan untuk teman-teman?

Untuk teman-teman yang di pesantren Daarul Qur'an, kita di sini termasuk beruntung, alhamdulillah, jadi harus bersyukur kepada Allah karena orangtua kita dapat menyekolahkan kita di sini. Jarang-jarang teman-teman kita yang bisa diterima di sini. Makanya, teman-teman yang sekarang sudah masuk, dipertahankan.

Senin, 23 Januari 2012

Film Bumiku kisahkan perubahan iklim

Jakarta (ANTARA News) - Film Bumiku yang merupakan film pendek dibintangi Adam Gifari Rhama (11) dan Nada Zharfaina Zuhaira (12) ingin mengajak anak-anak Indonesia untuk sedini mungkin peduli dengan alam. Cerita berawal ketika Nada yang orang kota sedang berlibur ke desa untuk belajar menari. Di sana dia bertemu Adam, anak desa yang suka mendalang.

"Pesan di film ini memang sangat syarat dengan pendidikan, sebagaimana misi Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI)," kata Ketua Umum DNPI Rachmat Witoelar usai pemutaran film mengatakan peluncuran film ini juga sekaligus peluncuran buku panduan untuk siswa dan guru untuk kampanye perubahan iklim, di Jakarta, pada (10/11).

Sementara Sutradara film itu, Tonny Trimarsanto mengakui pemilihan Adam dan Nada sebagai bintang tidak melalui proses audisi. Pasalnya, mereka sudah memiliki bakat alam dan berperan sebagai diri mereka sendiri.

Adam dalam keseharian merupakan dalang cilik berbakat asal Solo, Jawa Tengah yang telah memenangkan berbagai jenis lomba dalang, cerita, maupun da'i. Sedangkan Nada yang pelajar SMP di Bandung, Jawa barat, adalah presenter "Inconvenient  Youth dari The Climate Reality project Indonesia" yang mendapat pelatihan langsung tentang perubahan iklim dari Al Gore.

Dalam film itu ditayangkan bahwa selama di desa, Nada kerap menemukan perilaku orang-orang desa, mulai dari anak-anak hingga dewasa yang kurang memedulikan lingkungan. Kegagalan panen dianggap sebagai petaka biasa. Tapi, sebagian lain sudah mengerti apa yang disebut perubahan iklim.

Nada memberi banyak inspirasi untuk Adam mendalang dengan topik perubahan iklim. Salah satunya penggundulan hutan yang membuat paru-paru bumi itu semakin sedikit sehingga menyebabkan pemanasab global.

Sedikit diceritakan bagaimana Nada dan Adam sempat mencurigai seorang pria yang menggotong kayu gelondongan. Mereka mengira pria itu salah satu pembalak liar, tapi setelah diikuti ternyata pria itu justru ikut menyelamatkan bumi dengan cara memberikan pelatihan khusus menolah sampah non organik menjadi barang yang berharga.

Film ini berlatar sebuah perkampungan di Jogjakarta yang penduduknya mengalami gagal panen. Penduduk pun melakukan ritual "tabuh lesung" yang mereka percaya dapat menyeimbangkan alam.(*) 

 Sumber: www.antaranews.com


Kamis, 10 November 2011

Bumiku, Ajak Anak Indonesia Peduli Lingkungan

Sumber: indonesiarayanews.com

PULUHAN pelajar memadati studio IX Blitzmegaplex Grand Indonesia, Jakarta, Kamis (10/11) sore. Mereka terlihat sangat antusias menyaksikan pemutaran film Bumiku, yang berkisah tentang perubahan iklim.
Film pendek yang dibintangi Adam Gifari Rhama (11) dan Nada Zharfaina Zuhaira (12) ingin mengajak anak-anak Indonesia untuk sedini mungkin peduli dengan alam.  ’’Kita bisa mematikan barang elektronik seperti tv dan kipas angin kalau kita tidak memakainya,’’ kata Adam usai pemutaran film.
Dalam film pendek itu, Adam berperan sebagai dalang cilik.  Saat mendalang, dia bercerita tentang kondisi hutan Indonesia yang gundul karena penebangan liar. Akibatnya, bumi makin panas karena fungsi hutan sebagai paru-paru bumi sudah hilang.
Putra raja dangdut H. Rhoma Irama ini mengaku mendapat inspirasi dari Nada, yang sangat cerdas memahami soal pemanasan global. Nada sendiri dalam film diceritakan sebagai gadis kota yang datang ke desa saat liburan untuk belajar menari.
Film ini berlatar sebuah perkampungan di Jogjakarta yang penduduknya mengalami gagal panen. Penduduk pun melakukan ritual tabuh lesung sebagai upaya untuk mengingatkan mereka pada alam. ’’Kalau kita ingat alam maka alam akan ingat juga dengan kita,’’ ujar seorang perempuan lokal saat ditanya Nada soal ritual itu.
Pesan difilm ini memang sarat pesan pendidikan, sebagaimana misi Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI). Ketua Umum DNPI Rachmat Witoelar usai pemutaran film mengatakan peluncuran film ini juga sekaligus peluncuran buku panduan untuk siswa dan guru untuk kampanye perubahan iklim.  ’’Anak muda yang ikut memikirkan solusi terhadap soal ini adalah pahlawan yang sesungguhnya,’’ tandasnya.
Sementara sutradara film ini, Tonny Trimarsanto saat ditanya IRNewscom mengakui pemilihan Adam dan Nada sebagai bintang tidak melalui proses audisi. Pasalnya, mereka sudah memiliki bakat alam dan berperan sebagai diri mereka sendiri.
Adam dalam keseharian merupakan dalang cilik berbakat asal Solo, Jawa Tengah yang telah memenangkan berbagai jenis lomba dalang, cerita, maupun da’i. Sedangkan Nada yang pelajar SMP di Bandung, Jawa barat, adalah presenter Inconvenient  Youth dari The Climate Reality project Indonesia yang mendapat pelatihan langsung tentang perubahan iklim dari Al Gore.
’’Nada sudah sering melakukan presentasi soal itu, jadi dia sudah menguasai betul soal perubahan iklim,’’ jelas Tonny yang sudah empat kali mendapatkan penghargaan internasional atas karyanya.
Menurut DNPI, film Bumiku tidak akan diputar secara komersil di gedung bioskop. Bagi mereka yang berminat dengan film ini dapat langsung menghubungi DNPI. Dalam waktu dekat film dan buku panduan ini juga akan didiskusikan di 14 sekolah dasar di lima kota di Indonesia.
Sebagai gambaran saja, untuk ukuran anak-anak muda alias pelajar, film ini sangat panjang memuat narasi yang diutarakan Nada saat bercerita kepada Adam. Berbeda dengan slogan dalam sampul DVD cuplikan film ini yang ringkas dan padat, ''Suhu bumi berubah.... yuk, kita juga berubah!''  [ris2]

Kamis, 22 September 2011

Debut pertama main film, ADAM JADI DALANG GLOBAL WARMING

Adegan Adam saat marah-marah terhadap pengendara motor

Adegan Adam dan Nada saat bersepeda di atas jembatan
Selama ini, Adam Gifari dikenal publik sebagai da’i dan dalang cilik yang memiliki jam manggung cukup padat. Tidak hanya di Soloraya, tetapi juga kota-kota besar lainnya. Tidak heran, jika masyarakat telah begitu familier dengan nama Adam. Di usia 12 tahun, putra pasangan raja dangdut, Rhoma Irama dan Gita Andini Saputri ini terus mengasah bakat dan kemampuannya. Inovasi dan kreativitas menjadi dua kata kunci yang mewarnai perjalanan karir Adam dalam melestarikan kesenian Jawa ini. Berbagai profesi dan peran telah dirambah oleh siswa kelas 6 SD Al Firdaus ini, mulai dari dalang wayang kulit, wayang beber, ketoprak, guyon maton, main gamelan, hingga menjadi penceramah agama dengan balutan budaya.
Tidak hanya sampai di sini, darah seni sang maestro dangdut yang mengalir pada dirinya terus dikembangkan. Sebagaimana kita tahu, Rhoma Irama dikenal masyarakat luas sebagai penyanyi dangdut, bintang film sekaligus mubaligh. Tampaknya, di usia yang masih belia ini, Adam sudah menunjukkan bakat dan potensi serupa dengan sang ayah. Terbukti, bocah yang dikenal supel kepada setiap orang ini mendapat tawaran untuk main film bertajuk pemanasan global atau global warming, yang saat ini menjadi isu terhangat di bidang lingkungan hidup. Sebuah rumah produksi bernama PT Airputih Abhimantra Media yang berlokasi di Bandung tertarik dengan figur Adam untuk menjadi pemeran utama dalam film dokumenter berjudul “Bumiku” dengan besutan stradara ternama Tonny Trimarsanto.
Adam sedang menghafal skrip di lokasi syuting
Menariknya, Adam dalam film kategori anak ini tidak memerankan karakter tokoh atau orang lain, melainkan menjadi dirinya sendiri, sehingga semua adegan dan dialog disesuaikan dengan profil keseharian Adam selama ini. Film yang juga merupakan program atau proyek dari Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) ini mengambil lokasi di dusun Kotakan Bakalan Kecamatan Polakarto Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah yang saat ini tengah dilanda kekeringan. Dalam proses pembuatannya, film dengan durasi 24 menit ini membutuhkan waktu pengambilan gambar selama 5 hari, 16-20 September 2011.

Dalang pemanasan Global
          Di dalam cerita film ini, peran utama dipercayakan kepada Adam dan Nada Zharfaina Zuhaira (12), yang menggambarkan dua karakter yang berbeda, yaitu profil anak kampung dan anak kota. Nada yang juga duta lingkungan hidup merupakan siswi SMP kelas 1, berasal dari Kota kembang, Bandung.
Adegan Adam saat pentas wayang beber
            Alkisah, Nada seorang pelajar yang mulai beranjak menjadi gadis remaja sedang berlibur ke rumah pamannya yang terletak di pelosok desa. Singkat cerita, Nada berkenalan dengan Adam yang dikenal warga kampung sebagai dalang cilik. Pada akhirnya, mereka saling bertukar pengalaman dan informasi. Sebagai anak kota yang asing dengan kebiasaan orang desa terutama budaya Jawa, Nada pun tertarik untuk belajar menari di sebuah sanggar dimana Adam pun sering berlatih dalang di sana. Sementara Adam justru terinspirasi dari pengetahuan Nada tentang perubahan iklim, yang akhirnya dia curahkan dalam bentuk gambar cerita wayang di atas kain. Gambar ini yang nantinya sebagai media cerita Adam pada waktu pementasan wayang beber di depan orang-orang kampung. Film ini syarat dengan pesan mulia kepada masyarakat agar mau merawat alam semesta dengan sebaik-baiknya. Kebiasaan sehari-hari yang bisa merusak sistem ekologi, baik secara langsung maupun tidak langsung harus dihindari, seperti pemakaian listrik yang berlebihan, penggunaan plastik, membuang sampah sembarangan, memodifikasi knalpot motor yang menghasilkan suara bising dan asap, serta menebangi pohon semaunya.
Adegan Adam dan Nada membuat souvenir dari bahan plastik
Film dan buku
            Sosialisasi tentang bahayanya pemanasan global yang bisa berakibat pada keberlangsungan kehidupan di bumi tampaknya menjadi persoalan serius bagi para aktivis atau lembaga peduli lingkungan hidup, termasuk DNPI. Oleh karenanya, bersamaan dengan proyek pembuatan film ini juga akan diterbitkan sebuah buku tentang pemanasan global. Nantinya, produk dari proyek ini berupa satu paket, yaitu dalam bentuk DVD film dan buku.
Adegan Adam dan Nada sedang menggambar wayang
            Rencananya, film dan buku ini akan dilaunching pada tanggal 9 November 2011 di  sebuah bioskop ternama di Jakarta, yang akan dihadiri oleh sejumlah pejabat nasional, seperti Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Pendidikan Nasional, jajaran pengurus pusat DNPI, para aktivis lingkungan hidup, serta pimpinan perusahaan-perusahaan besar yang relevan dengan isu lingkungan hidup. Kemungkinan besar, sang pemeran utama, yaitu Adam dan Nada juga akan dilibatkan pada acara launching ini. Buku dan DVD ini kemudian akan digandakan sebanyak-banyaknya untuk didistribusikan ke sekolah-sekolah dasar, sekaligus diselenggarakan pula workshop tentang lingkungan hidup untuk guru-guru. Dan untuk lebih membumikan  tentang pentingnya menjaga kelestarian alam kepada masyarakat , film ini juga akan ditayangkan di dua stasiun televisi nasional, yaitu MNCTV dan TVRI, tetapi belum bisa dipastikan jadwal siarnya.

Cerdas dan profesional
Adam bersama sutradara film, Tonny Trimarsanto
            Walaupun film dokumenter berjudul “Bumiku” ini merupakan debut pertama Adam dalam merambah seni peran, tetapi aktingnya di depan kamera layaknya aktor-aktor film di atas pemula. Perasaan gerogi dan nerves, ternyata sejak awal sudah bisa diatasi oleh Adam. Karena memang selama ini, seni peran sudah biasa dilakoni Adam, seperti saat main ketoprak, guyon maton, wayang orang, dan sebagainya.
            Kecerdasan dan profesionalisme Adam pada saat pengambilan gambar tidak dibantah oleh sang sutradara, Tonny Trimarsanto. Menurut Tonny, Adam memiliki bakat yang luar biasa dalam hak akting, memiliki karakter kuat, cepat dalam menguasai skrip, mampu beradaptasi dengan lawan main serta segenap kru film. Profesionalisme Adam juga ditunjukkan dengan rasa tanggungjawab yang tinggi untuk bersama-sama menyukseskan pembuatan film ini. Seperti, Adam selalu siap di lokasi syuting dan tampak serius dalam mengikuti adegan demi adegan. Padahal seusia Adam, biasanya agak susah dikendalikan dan lebih mementingkan bermain, ketimbang bekerja, ujar sineas muda berbakat yang sudah menghasilkan karya film lebih dari 30-an ini. (im@m)

Kamis, 14 Juli 2011

Adam dalam bidikan Koran Jitu

Suka Tokoh Anoman
Adam Gifari
TTL       : Surakarta, 13 September 1999
Alamat : Grogol, Embarkasi Haji, Boyolali
Ibu        : Gita Andini Saputri
Bapak : H. Rhoma Irama
KECIL-kecil cabe rawit, itulah sosok Adam Gifari. Sejak usia 3,5 tahun Adam sapaan akrabnya, sudah piawai memainkan wayang alias ndalang. Awalnya sih sepele.


Putra Raja Dangdut Rhoma Irama ini tertarik dengan wayang ketika diajak jalan-jalan ke sekaten dan melihat wayang. Setelah itu dia merengek minta dibelikan wayang dan minta dilatih menjadi dalang. Memang mengalir darah seni di tubuh Adam, tapi dia tidak mau mengikuti jejak sang ayah.


“ Saya nggak mau jadi penyanyi, biar Papa aja yang nyanyi. Saya ndalang aja,” katanya dengan senyum. Di Sanggar Seni Sarutomo, anak laki-laki yang hobi menggambar ini berlatih dalang.


Dia mengaku selalu berlatih dalang tiga kali dalam seminggu. Tak heran kalau dia hafal nama-nama tokoh wayang. Ketika ditemui di sekolahnya SD Al Firdaus Adam menyebutkan beberapa tokoh wayang. Kira-kira siapa yang jadi tokoh favoritnya ?


Cowok yang duduk di bangku kelas V ini mengaku tokoh pewayangan idolanya adalah Anoman. Kenapa Anoman ? “ Anoman itu ka yak pegadaian, mengatasi masalah tanpa masalah,” ujarnya.


Saat ini, Adam punya keinginan untuk meng-combain antara wayang kulit dengan wayang orang. Untuk dalang senior, Adam mengaku punya beberapa idola. Kalau dilihat dari sabetannya, anak pertama dari dua bersaudara ini suka dengan Ki Manteb.


Kalau dari kreatifitasnya dia suka dengan Ki Enthus. Nah, untuk Ontowecononya Adam sangat nge-fans dengan Anom Suroto dan Warseno Slank. Selama menjadi dalang, Adam mengaku tak ada duka yang pernah dia alami.


Walaupun kadang harus ndalang sampai semalaman dia tetap enjoy. Pentas yang paling berkesan baginya adalah ketika pertama kali dia manggung. Dia pun kerab pentas di beberapa tempat bersejarah.


Dan itu membuatnya bangga, selain pentas dia juga tambah pengetahuan. Saat acara pertemuan dalang dalang cilik se- Indonesia, anak yang pernah menggondol gelar juara dalam lomba dalang tingkat nasional ini diberi gelar Dalang Hangabehi.


Sebagai anak sekolah, gimana ya Adam membagi waktu antara sekolah, latihan, dan manggung? Selain cerdas, dia sangat pandai membagi waktu. Bahkan, dia sudah punya kiat biar sekolahnya nggak keteteran.


Yang penting makan dan istirahat yang cukup dan nggak lupa belajar tentunya. Meski sering manggung ke luar kota, tapi sekolah tetap menjadi prioritas utama buat anak yang punya pembawaan santun dan ramah ini. Nilainilainya pun selalu memuaskan.


Mungkin kerajinannya ini berkaitan dengan citacitanya. Mau tahu cita-cita Adam? “ Saya punya cita-cita jadi presiden yang pinter ndalang,” katanya polos. (uty)

ADAM RHOMA GEBRAK PENTAS WAYANG POS KOTA

JAKARTA (Pos Kota) - Raja dangdut Rhoma Irama, benar-benar mengalirkan darah seni kepada anak-anaknya. Selain Ridho Rhoma dan Vicky yang terjun ke dunia musik, seorang lagi titisan Si Raja Dangdut bernama Adam Ghifari yang memilih bergelut dalam dunia pewayangan.
Adam yang baru berusia 11 tahun, telah malang melintang menghibur dan berdakwah melalui kesenian wayang kulit. Berbagai prestasi telah diraihnya dalam bidang seni dan budaya, antara lain sebagai penyaji terbaik festival dalang cilik tingkat nasional tahun 2008, juara 1 festival kethoprak pelajar 2008 dan dinobatkan sebagai sang bintang pada ajang pencarian anak berbakat tingkat Jateng-DIY pada tahun 2010.
Kelihaian si dalang cilik berbakat ini akan kembali teruji. Adam akan berada satu panggung bersama dalang kondang Ki Enthus Susmono, di acara Wayangan Pos Kota, di areal sebelah Mesjid Akbar Kemayoran, Jakarta Pusat, Sabtu (18/6) mendatang.
Di pentas Wayangan yang digelar dalam rangka HUT ke-484 Jakarta itu, Adam akan membawakan lakon
Gatotkoco Jedi atau kelahiran Gatotka-ca. "Kehadiran Adam diharapkan menambah kepuasan pembaca Pos Kota dalam menyaksikan pementasan wayang bersama dalang Ki Enthus Susmono yang membawakan lakon Dewa Ruci," kata Toto Irianto, Ketua Panitia Wayangan Pos Kota, kemarin.(embun/rf/r)

Sumber: Harian Pos Kota

Kumbakarna Gugur Pesan keteladanan dari dalang idola

Penampilan fisik seseorang tak bisa untuk menilai sifat dan tabiatnya. Ada hal yang lebih penting sebagai cermin diri manusia, yakni hati.
Begitu pula dalam kisah pewayangan yang penuh dengan tuntunan dan petuah bijak warisan leluhur. Prabu Dasamuka, merupakan sosok jahat, yang digambarkan bertubuh besar dan berwajah sangar. Ia memiliki saudara, Kumbakarna yang memiliki postur tubuh tak kalah sangarnya dengan dirinya.

Fisik memang bisa saja sama, tapi hati seseorang siapa yang tahu. Lakon Kumbakarna Gugur, dimainkan apik oleh dalang cilik kebanggaan Solo, Adam Gifari, dalam Temu Dalang Cilik Nusantara IV 2011 di Taman Budaya Surakarta (TBS), Sabtu (9/7), dini hari.

Sebagai senopati dalam pertempuran, Kumbakarna memang maju berperang melawan Ramawijaya. Namun, niatnya berperang bukanlah untuk membela saudaranya yang jahat, Dasamuka. Ia hanya ingin membela tanah kelahirannya, Astina, agar tak dikuasai pihak lain dan tidak terjadi pertumpahan darah yang lebih parah.

Membawakan lakon yang baru kali pertama dimainkannya, peraih Juara I Pemilihan Anak Berbakat Seni se-Indonesia 2011 itu berhasil menampilkan lakon dengan penuh dramatik.

Meski salah satu telapak tangannya sakit dan dijahit, bocah kelahiran Solo, 13 September 1999, itu masih bisa memamerkan kekuatan sabetan-sabetan-nya. Sesekali melempar, memutar dan menangkap kembali wayangnya, tampak sangat ahli.

Sulukan-nya pun telah mampu menguasai suara tinggi dan lebih terbentuk, sehingga tak begitu terdengar warna suara kanak-kanaknya.

Mumpuni


Tak heran di pergelaran temu dalang cilik kali ini, ia kembali mendapat gelar Dalang Dadi, dalang yang bisa menguasai semua teknik.

Meski kemampuannya yang telah mumpuni, sebagai dalang cilik Adam memberikan contoh adegan-adegan yang penuh etika. Hal itu terlihat saat detik-detik tewasnya Kumbakarna. Dia membuat Kumbakarna meninggal dengan cara wajar.

“Biasanya saat akan tewas digambarkan satu per satu organ tubuh Kumbakarna dipotong dan terlempar ke mana-mana. Dari segi agama dan kesusilaan itu kan dilihat kurang baik. Tapi Adam menampilkan kematian yang normal,” ungkap ketua pelaksana acara, Mudjiono, saat ditemui Espos, di tempat sama.

Tak hanya itu, dalang yang pernah puluhan kali pentas itu kian menunjukkan kebolehannya berkreasi dengan menghadirkan dialog spontanitasnya nan dramatik. “Aku maju neng Palagan ora bebela kakangku, nanging aku ora trima yen utah getihku dijajah,” teriaknya dengan suara bergetar, untuk menunjukkan sifat ksatria Kumbakarna.

“Itulah Adam, ia memang selalu memiliki ide spontanitas di tiap pertunjukan. Kekuatannya dalam mengeluarkan unsur dramatik begitu lihai,” imbuh Mudjiono.

Meski tampil di bagian akhir dini hari itu, Adam tetap menjadi magnet tersendiri bagi para penonton. Terbukti, saat dalang cilik yang pernah berkolaborasi dengan Ki Enthus Susmono beberapa waktu lalu itu mulai memainkan wayangnya, puluhan penonton yang sudah terlihat mengantuk meringsek mendekati panggung. 


Sumber: Syahaamah Fikria, Harian Umum Solopos